Serial Tarbiyah Jihadiyah: Nikmat bersikap tawadhu'
Oleh: Syaikhul Mujahid Dr. Abdullah Azzam (rahimahullah)
Diantara hikmah dan nikmat Allah adalah bahwasanya :
“Tiada seorangpun yang berlaku tawadhu’ karena Allah melainkan Allah akan meninggikan kedudukannya.  Dan tiada seorangpun yang ambisi terhadap ketinggian di dunia, melainkan Allah pasti akan menghinakan dan merendahkannya.” (Al Hadits)
Adapun peristiwa yang melatarbelakangi sabda Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam  di atas ialah :
Suatu ketika unta Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam  yang bernama Al ‘Adhaba dapat didahului oleh unta milik seorang Badui.  Padahal sebelum itu, tak pernah sekalipun unta tersebut dapat didahului.  Hal itu menyebabkan para sahabat menjadi jengkel,  lalu Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam  bersabda seperti hadits di atas.
Karena itu, berlakulah tawadhu’, niscaya  Allah akan meninggikanmu.  Jika engkau menghendaki ketinggian, maka Allah akan merendahkanmu.  Hiduplah kamu diantara manusia secara bersahaja dan jangan menonjolkan dirimu di tengah-tengah mereka.
“Cukuplah seseorang itu disebut berbuat jahat, apabila ia meremehkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim).
Dalam hadits lain juga disebutkan:
“Janganlah kalian bersikap sombong terhadap manusia dan janganlah kalian meremehkan mereka. Cukuplah seseorang itu telah berbuat dosa apabila meremehkan saudaranya sesama muslim”.
Boleh jadi orang yang kau remehkan di hadapanmu adalah singa perkasa yang sebanding dengan sepenuh bumi orang seperti kamu.  Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam  :“Orang itu lebih baik dari sepenuh bumi semisal orang tadi”.
Ketika itu beliau bertanya kepada sahabat di sampingnya tentang seorang laki-laki yang lewat di hadapannya : “Apa pendapatmu tentang orang itu“.
Mereka menjawab ; “Orang itu layak, apabila meminang diterima pinangannya.  Apabila berkata didengar perkataannya.  Apabila memerintah, ditaati perintahnya“.  Kemudian ada seorang lain yang lewat,  bajunya lusuh, penampilannya tidak menarik perhatian.  Lalu beliau bertanya : “Apa pendapat kalian tentang orang yang ini?“  Mereka menjawab : “Orang itu pantas jika berbicara tidak didengar perkataannya.“  Kemudian sesudah itu beliau bersabda : “Orang yang ini lebih baik dari sepenuh bumi orang yang seperti tadi”.
Berkata para ulama dan fuqaha : “Tidak ada dua jenis sesuatu yang salah satunya sebanding dengan seribu atau beribu-ribu dengan yang lain kecuali pada manusia.  Terkadang seorang manusia bisa sebanding dengan sepenuh bumi orang yang sejenisnya“.
Wahai saudara-saudaraku!
Sesungguhnya nafsu ingin berkuasa dan berlaku sombong di muka bumi menjadikan segelintir manusia mengaku-aku hak ketuhanan.  Lalu mereka menetapkan hukum bagi manusia dengan selain hukum yang telah ditetapkan Allah.
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?.” (QS. Asy Syuura : 21)
Mereka merubah hukum Allah, merubah Kitabullah dan menentang sunnah Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam, dengan mensyari’atkan sesuatu menurut apa yang didiktekan syetan kepada diri mereka, serta menurut apa yang dinampakkan baik oleh hawa nafsu mereka.
Tasyri’ (menetapkan hukum) adalah hak Allah semata. Ulama ushul telah bersepakat bahwa Syaari’(pembuat undang-undang/hukum) adalah Allah ‘Azza wa Jalla saja.  Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam  hanya mengambil izin dari Allah dalam hal penetapan hukum.  Hak menetapkan hukum tetap berada di tangan Allah saja.  Maka dari itu, barangsiapa menetapkan hukum bagi manusia dengan selain apa yang diturunkan Allah, maka dia telah mengaku-aku hak ketuhanan.  Sama saja dia mengucapkan hal tersebut atau tidak.  Dan barangsiapa mematuhi hukum yang dibuat manusia, maka dia telah menjadi hamba bagi manusia.  Sama saja apakah dia mengucapkan penghambaan itu atau tidak mengucapkannya.
Tatkala Hulaghu Khan mengajukan undang-undang Jenghis Khan yang bernama “Ilyasiq” kepada umat Islam untuk diterapkan.  Maka para ulama berdiri dan mengangkat kitab “Ilyasiq”, serata berkata : “Barangsiapa memutuskan hukum dengan kitab ini, maka dia telah kafir.  Dan barangsiapa berhukum dengan kitab ini, maka dia telah kafir“.
Berkata Ibnu Katsir dalam kitabnya “Al Bidayah wan Nihayah”, tentang Ilyasiq : “Barangsiapa meninggalkan hukum yang muhkam (terang dan tegas), yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah penutup para Nabi, lalu dia berhukum dengan syariat lain yang telah dihapuskan, maka sungguh dia telah kafir.   Lalu bagaimana halnya dengan mereka yang berhukum dengan Ilyasiq, yakni undang-undang buatan Jenghis Khas yang dikumpulkan dari ajaran Yahudi, Nasrani dan Islam, dan mendahulukannya atas hukum Islam.  Maka tak pelak lagi, orang seperti itu kafir menurut ijma’ kaum muslimin.  Barangsiapa menetapkan hukum dengan selain apa yang diturunkan olah Allah meski hanya dengan ketetapan hukum saja, maka sesungguhnya dia telah keluar dari agama Allah ‘Azza wa Jalla.  Dan barangsiapa mematuhi ketetapan hukum tadi, maka sesungguhnya dia telah menjadi hamba bagi orang yang menetapkan hukum itu.  Sama saja dia mengucapkan dengan penghambaan itu atau tidak“.
Barangsiapa menetapkan suatu undang-undang yang berbunyi: “Hukuman bagi seorang pencuri adalah kurungan penjara selama dua bulan“, sementara Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya :“Potonglah olehmu sekalian tangan keduanya!” (QS. Al Maidah : 38), maka sesungguhnya dia telah mengaku-aku hak ketuhanan.  Sama saja dia mengucapkan hal itu atau tidak. Sebab dia menganggap bahwa hukumnya lebih baik dari hukum Allah, dan perkataannya lebih tegas dan lebih sempurna daripada firman Allah yang jelas dan tegas.
Karena itu, maka ucapan orang yang mengatakan “Hukuman bagi pencuri adalah dua bulan kurungan penjara“, tidak berbeda dengan orang yang mengatakan bahwa : “Shalat Maghrib itu empat rakaat“.  Yang itu merubah hukum Allah yang ini juga merubah hukum Allah.  Yang itu kafir menurut ijma’ ummat.  Dan yang ini juga kafir menurut ijma’ ummat.
Waspadalah kamu sekalian wahai saudara-saudaraku, kepada mereka yang merubah syariat Allah.  Ketahuilah bahwa musibah paling besar yang menimpa manusia adalah karena di kalangan manusia ada orang-orang yang mendakwakan diri mempunyai hak membuat hukum.  Mereka menyematkan kepada diri mereka sendiri hak-hak ketuhanan yang hanya dimiliki oleh Rabbul ‘Izzati, Pemilik keagungan dan kemuliaan.
Maka dari itu, syariat harus datang dari Allah kemudian dari Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam. Dari Kitabullah dan dari Sunnah atau dari ijma atau qiyas.  Sumber-sumber perundang-undangan inilah yang telah disepakati oleh seluruh ulama sepanjang sejarah Islam.
Barangsiapa menetapkan hukum dengan selain apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka dia kafir dan keluar dari Islam.  Inilah yang menjadi konsensus para Imam kaum muslimin.
Undang-undanglah yang memberikan hak kepada para penguasa di bumi untuk menyembelih rakyat; yang memberikan kepada mereka hak untuk merampas harta umat; yang memberikan hak kepada mereka untuk melampiaskan nafsu dan syahwat mereka.  Mengapa mereka berbuat demikian?  Sebab undang-undang melindungi mereka.  Mereka berbicara atas nama undang-undang dan berbuat mengatasnamakan undang-undang.  Karena itu, ada sebagian perundang-undangan manusia yang menetapkan bahwa si Fulan, yakni kepala negara, berada di atas undang-undang.  Maksudnya, undang-undang atau hukum tidak berlaku atasnya.  Dia mempunyai kekebalan hukum.  Di dalam Islam, tak seorangpun manusia yang berada di atas hukum (kebal hukum).  Semuanya tunduk kepada syariat Allah.  Semuanya adalah hamba, yang wajib berhukum kepada syariat Allah ‘Azza wa Jalla.
Jika kita lihat di setiap tempat di bumi sekarang ini, maka kita akan mendapati pengadilan-pengadilan yang menyidang para aktifis Islam.  Mereka menggiring pemuda-pemuda tersebut ke dalam penjara.  Setiap para aktifis Islam yang hidup di bawah belenggu kezhaliman dan kesewenang-wenangan ini berkumpul, ketika mereka mengungkapkan rasa kesakitan mereka,  ketika mereka mengerang saat hendak menghembuskan nafas mereka;  maka datanglah polisi, datanglah intelijen, menangkap dan menyiksa mereka dalam detik-detik terakhir kehidupan mereka.  Para polisi tersebut menyiksa mereka karena kezhaliman belaka.  Sungguh mereka telah berlaku sombong dan takkabur di muka bumi.
“Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (QS. An Naml : 14)
Dan akibat dari perbuatan zhalim itu adalah seperti yang difirmankan Allah :
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (QS. Asy Syu’ara : 227)
Tiada sesuatu di dunia ini yang dimenangkan Allah seperti Dia memenangkan mereka yang diputuskan persaudaraannya, seperti mereka yang didurhakai.  Allah pasti memenangkan wali-wali-Nya dan membalaskan bagi para kekasih-Nya atas penganiayaan yang mereka alami dari musuh-musuhnya.  Sesungguhnya di muka bumi ini ada orang-orang zhalim yang menjadi cemeti Allah. Melalui perantaraan mereka, Allah menyiksa orang-orang yang zhalim yang lain.  Kemudian Allah membalas dan menyiksa mereka semua.
Wahai  saudara-saudaraku!
Ketahuilah bahwa di setiap tempat sekarang ini ada pesan berisi peringatan : “Hindari sikap fanatisme! Waspadalah terhadap sikap ekstrim!!”,  dengan mendapat dukungan  ulama-ulama besar.  Maksudnya adalah supaya ulama-ulama tersebut berfatwa : Bagaimana menghadapi ekstremitas agama?  Bagaimana memerangi Islam militan?  Bagaimana memerangi aqidah jihad?
Sesungguhnya sebagian besar sidang  pengadilan di negara Arab sekarang ini dan di negara non Arab, kasus dakwaan yang menduduki peringkat pertama adalah kasus jihad.  Para aktifis disidang atas tuduhan terlibat dalam gerakan jihad.  Mereka dihukum mati atas tuduhan berjihad.  Maka kesombongan mana lagi yang lebih besar daripada ini?
Kerusakan dianggap sebagai tindakan keadilan, dan jihad dianggap sebagai tindak kejahatan dan subversif terhadap sultan (penguasa), sehingga pelakunya harus diganjar dengan  hukuman mati dan digiring ke tiang gantungan.
Apa mau mereka, para penguasa itu?  Saya tak tahu apa dasar ketakutan mereka terhadap pemuda yang ingin kembali kepada Allah, bertaubat kepada Rabbnya dan merendahkan diri kepada Sang Penciptanya??
Mengapa mereka memusuhi habis-habisan para pemuda itu, namun tidak berbuat habis-habisan terhadap kebanyakan pemuda yang larut dalam kemaksiatan dan tenggelam dalam syahwatnya?  Mereka tidak merasa takut atau menggigil terhadap orang-orang semacam itu, yang mereka takutkan hanyalah jenggot apabila memanjang dan jilbab apabila menutupi aurat seorang perempuan mu’minat.  Untuk menghadapi masalah ini, maka dibuatlah suatu undang-undang.  Para menteri dan interpol mengadakan pertemuan, berkumpul di negeri kafir dan di negeri Islam untuk membuat suatu undang-undang bagaimana cara menghadapi ekstrimitas agama?  Bagaimana cara memerangi Islam dengan tuduhan ekstrim, fanatik, militan, fundamentalis atau ekslusive kepada para pengikutnya yang taat.
Yang mereka kehendaki adalah para pemuda yang mengumbar hawa nafsunya.  Seperti apa yang pernah dikatakan salah seorang atase dari sebuah negara kepada saya : “Di Amerika dulu, pada suatu malam pernah seorang polisi datang kepada saya dengan membawa tiga belas pemuda, yang semuanya terkena penyakit gonorrhea (penyakit kelamin), karena sama-sama menyetubuhi seorang wanita yang terkena penyakit gonorrhea”. Para pemuda semacam ini tidak menimbulkan bahaya terhadap penguasa.  Mereka tidak menimbulkan bahaya, karena para pemuda itu telah mereka tenggelamkan bersama hawa nafsu dan syahwat mereka.  Adapun para pemuda yang menjadi benteng umat, tulang punggung negara dan bangunan bagi negerinya serta menjadi tumpuan harapan umat ketika terjadi krisis dan peristiwa genting, maka mereka memeranginya.  Dengan apa?  Dengan kuku dan cakar yang ditancapkan musuh-musuh Allah di negeri kita.  Cakar-cakar itu mengoyak isi perut tiap orang Islam dan merobek-robek usus setiap mu’min.
Sesungguhnya ekstrimitas agama adalah sikap komitmen (berpegang teguh) terhadap agama Allah ‘Azza wa Jalla.  Tidak ada sikap ekstrim, karena sikap ekstrim itu timbul dari orang-orang yang melampaui batas (thaghut).  Sesungguhnya sikap ekstrim itu lahir dari mereka yang menzhalimi manusia tanpa alasan yang benar.  Adapun para pemuda yang bermaksud memulai jihad di negerinya; para pemuda yang mencari jalan untuk menunaikan faridhah I’dad guna melindungi negaranya dari Yahudi yang merayap ke setiap tempat, melindungi negaranya dari kekafiran yang mengalir dari barat, dari bid’ah yang menyerbu dari timur dan dari serbuan Yahudi / Nashrani yang datang dari arah Laut Tengah, (mereka bukan orang-orang yang ekstrim).
Para pemuda yang tenggelam dalam syahwatnya, tidak akan menimbulkan bahaya atas orang-orang zhalim dan pengikut hawa nafsu yang memegang kekuasaan. Sesungguhnya yang menimbulkan ancaman terhadap mereka adalah : benteng kokoh, tiang kuat, dan tembok keras yang menjadi tempat sandaran umat  dan tempat berlindung mereka ketika sedang menghadapi kesusahan.
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo’a: “Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau.” (QS. An Nisaa’ : 75)
Orang-orang yang tidak melindungi kehormatan kita seperti kaum wanita, dan tidak melindungi ketidaksalahan kita dan darah kita seperti anak-anak dan tidak melindungi orang-orang tua jompo yang telah lapuk di makan usia, merekalah sebenarnya orang-orang yang zhalim.
“Zhaalimi ahluha” artinya: bangsa dan pemerintahnya zhalim.  Karena mereka tidak melindungi kehormatan dan tidak menjaga kesucian serta tidak melindungi serta harta kaum muslimin dari perampasan dan penyitaan musuh-musuh Allah.  Ini merupakan hukuman dari Allah ‘Azza wa Jalla.
“Tiada sesuatu  kaum yang meninggalkan hukum kepada kitabullah dan sunnah Nabi-Nya, melainkan  Allah pasti akan menguasakan mereka kepada musuh-musuh mereka.  Lalu musuh itu merampas sebagian apa yang berada di tangan mereka.” (Al Hadits)
Maka berhati-hatilah, janganlah kalian sampai terpedaya oleh fitnah-fitnah yang menyesatkan, oleh kebohongan media massa yang menyesatkan seluruh manusia, yang merubah mereka menjadi rakyat jelata belaka.  Sebagaimana yang dikatakan penyair Ahmad Syauqi.
// Kebohongan telah meraja lela
Kedustaan telah menipu banyak manusia
Hai  mereka yang kerjanya membeo
Akalnya ada di telinganya //.
Mereka tidak berfikir. Otaknya ada di telinga.  Setiap apa yang didengar oleh telinganya, dianggapnya benar, dianggapnya shahih.
Jadilah kalian bersama orang-orang yang menyiapkan dirinya untuk melindungi agama Alah dan membelanya di setiap tempat.  Jadilah kalian bersama para pemuda aktifis Islam.  Bersamalah kalian dengan kelompok Islam.  Bersamalah kalian dengan dakwah Islam.  Dan bersamalah kalian dengan harakah-harakah Islam.  Inilah tempat kedudukan kalian yang benar.  Dan itulah tempat kalian melatih diri dan di bawah naungannya kalian menumbuhkan tunas-tunas baru yang lurus, benar dan lempang.  Yang dicintai Allah dan diridhai oleh Rasulullah Shallallahu Alayhi Wa Sallam.
(gashibu.com/arrahmah.com)