Selasa, 20 Agustus 2013

Ketika Abu Dzar Meminta Jabatan


Abu Dzar al Ghifari, suatu ketika bermaksud meminta jabatan kepada`Rasulullah Saw. "Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?", kata Abu Dzar kepada Beliau. Sembari menepuk bahu Abu Dzar, Rasulullah bersabda: "Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar." Demikianlah cerita Abu Dzar seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Sahihnya. 


Siapa yang tak kenal
Abu Dzar Al Ghifari?. Beliau adalah sahabat dekat Rasulullah Saw, seorang lelaki dari Bani Ghifar yang sangat pemberani. Abu Dzar masuk Islam di saat kaum Qurays mendustakan Rasulullah dan bergegas bergabung dengan Rasulullah di Madinah saat ia mendengar Rasul telah berhijrah. Kedekatannya dengan Rasulullah tak dapat diragukan lagi. Ia senantiasa menempel kemanapun Rasulullah pergi. Tempat tinggalnya di Masjid Nabawi dan senantiasa menjadi pelayan Rasulullah. 



Keberaniannya tak dapat disangsikan. Abu Dzar mengumumkan ke-Islamannya secara terang-terangan di dekat Ka’bah, padahal Rasulullah telah berpesan untuk menyembunyikannya. Alhasil Abu Dzar babak belur dikeroyok kaum Qurays. Sepeninggal Rasulullah, pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Abu Dzar menetap di wilayah Syam yang saat itu dipimpin oleh Gubernur Muawiyah bin Abu Sufyan. Abu Dzar tak segan-segan untuk mengkritik Muawiyah hingga putra Abu Sufyan itu merasa jengah dan meminta Khalifah Utsman untuk segera memanggilnya ke Madinah. Akhir cerita, akhirnya Abu Dzar mengasingkan diri ke sebuah wilayah terpencil, yang tak ada satupun orang bermukim di sana, di daerah perbukitan Rabadzah di luar kota Madinah. Meski demikian, sesuai pesan Rasulullah kepadanya, Abu Dzar adalah orang yang sangat mentaati amirnya. 



Disamping berbagai wasiat Rasulullah kepadanya, diriwayatkan pula pujian dari Nabi Saw  kepada Abu Dzar. Rasulullah memujinya: “Tidak ada makhluk yang berbicara di kolong langit yang biru dan yang dipikul oleh bumi, yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar”. (HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya jilid 3 hal 161, juga diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Sunannya, hadits ke 3801 dari Abdullah bin Amr ra). Pujian lainnya yang disanjungkan Rasulullah kepada Abu Dzar, seperti ditulis oleh Ibnu Saad dalam Thabaqatnya:  “Orang yang paling dekat diantara kalian dariku di hari kiamat, adalah yang keadaan hidupnya ketika meninggal dunia, seperti keadaannya ketika aku meninggalkannya untuk mati.” 



Jika memang demikian tinggi kedudukan Abu Dzar di mata Rasulullah Saw, lantas mengapa Beliau menolak permintaan Abu Dzar untuk menjadi pejabat?. Karena Rasulullah tahu persis kapasitas dan kapabilitas Abu Dzar, hingga beliau mengatakan bahwa Abu Dzar adalah orang yang ‘lemah’ untuk memegang jabatan. Padahal, kata Rasulullah Saw, jabatan adalah amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di akhirat. Jabatan akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang-orang yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar. Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda: “....jabatan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan” (HR. Imam Bukhari). 



Karena itulah, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah menolak memberikan jabatan kepada orang yang memintanya dan kepada orang yang ambisius. "Kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada orang yang memintanya, tidak juga kepada orang yang ambisi terhadapnya." 



Lima belas abad yang lalu, Rasulullah telah berpesan kepada umat Islam mengenai ‘panasnya’ kursi jabatan ini. Meski demikian, untuk orang-orang tertentu yang dinilai mampu dan amanah, Rasulullah Saw juga tak segan-segan mengangkatnya menjadi pemimpin. Seperti yang terjadi pada Usamah bin Zaid. Saat itu, karena dinilai masih sangat muda, para sahabat memprotes pengangkatan Usamah menjadi panglima pasukan yang dibentuk Rasulullah. Maka beliaupun bersabda, "Apabila kalian mengecam kepemimpinan Usmah bin Zaid, maka berarti kalian juga mengecam kepemimpinan ayahnya sebelum itu. Demi Allah, sungguh ia memang layak dengan jabatan itu. Demi Allah, sungguh ia orang yang paling aku senangi. Dan demi Allah sungguh jabatan tersebut memang layak untuk Usamah bin Zaid. Dan demi Allah, jika ia adalah orang yang paling aku senangi setelah bapaknya, maka aku wasiatkan kepada kalian untuk mentaati perintahnya, karena ia termasuk orang yang baik diantara kalian."



Jadi, jangan coba-coba duduk di atas kursi panas itu jika kita merasa tidak mampu menjalankannya secara benar. Karena ia hanya akan menjadi penyesalan kelak di akhirat. Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thariiq. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar